
Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) melalui Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) mencatat sejumlah capaian progresif dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pembentukan regulasi nasional pada triwulan I tahun 2025.
“Kami mencatatkan progres positif terkait penyusunan peraturan perundang-undangan, proses harmonisasi, serta penerapan transformasi digital,” kata Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, pada saat konferensi pers capaian kinerja Triwulan I dan Update Isu Aktual Kementerian Hukum, Selasa (15/04/25).
Supratman menjelaskan bahwa pada tahun 2025 sebanyak 8 (delapan) Rancangan Undang-Undang (RUU) dan 3 (tiga) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditetapkan sebagai prioritas nasional.
RUU tersebut meliputi RUU Narkotika dan Psikotropika, RUU Hukum Acara Perdata, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, RUU Perubahan atas UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, RUU Jaminan Benda Bergerak, RUU Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi, RUU Pelaksanaan Pidana Mati, serta RUU Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam UU dan Perda.
Sementara itu, ketiga RPP tersebut adalah RPP Tata Cara dan Kriteria Penetapan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat, RPP Tata Cara Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup dan Pidana Mati, juga RPP Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan.
Ia mengatakan selama Januari hingga Maret 2025 terdapat 43 peraturan perundang-undangan dalam tahap penyusunan, yang mencakup RUU, RPP, RPerpres, dan RPermenkum.
"Sampai dengan bulan Maret 2025, terdapat 7 RUU, 8 RPP, 5 Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres), dan 23 Rancangan Peraturan Menteri Hukum (RPermenkum) yang sedang dalam tahap penyusunan," jelas Supratman di Ruang Soepomo Kemenkum.
Di samping itu, sebanyak 272 peraturan telah resmi diundangkan. Peraturan tersebut terdiri dari 15 peraturan dalam Lembaran Negara, 11 peraturan dalam Tambahan Lembaran Negara, dan 246 peraturan dalam Berita Negara.
Dalam penanganan perkara litigasi dan non litigasi, Kemenkum juga menangani 82 perkara pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, dengan rincian 43 perkara telah diselesaikan dan 39 masih dalam proses. Di Mahkamah Agung, terdapat 6 perkara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang masih dalam proses.
Terkait capaian Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, telah diterima 325 permohonan di tingkat pusat, terdiri dari 96 Rancangan Peraturan di bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, Pemimipas, Komdigi, 131 Rancangan Peraturan di bidang Kesejahteraan Rakyat, dan 98 Rancangan Peraturan di bidang Perekonomian. Selain itu, Kemenkum juga menerima 1.999 Rancangan Peraturan Daerah. Dari total 2.324 Rancangan Peraturan yang ada, Kemenkum telah menyelesaikan proses harmonisasi bagi 2.179 Rancangan Peraturan atau sebanyak 93.7%.
"Proses harmonisasi ini diperkuat dengan penggunaan aplikasi e-Harmonisasi yang memungkinkan pengajuan harmonisasi secara daring. Inovasi ini mempercepat layanan hingga lima hari kerja, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas," pungkasnya.
Selain e-Harmonisasi, saat ini DJPP telah mengembangkan sebelas aplikasi lainnya yang mendukung efisiensi dan transparansi proses legislasi. Supratman menekankan bahwa transformasi digital dan percepatan pelayanan publik di bidang pembentukan regulasi hukum menjadi komitmen Kementerian Hukum dalam membangun sistem hukum yang adaptif dan profesional.
"Kinerja yang telah dicapai di triwulan pertama ini menjadi langkah konkrit Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan dalam membangun sistem hukum nasional yang responsif, akuntabel, dan berkualitas. Kami terus mendorong pemanfaatan teknologi agar pelayanan publik dalam bidang legislasi semakin cepat, transparan, dan efisien," tegasnya.

