Manokwari - Upaya memperluas pemahaman masyarakat Papua Barat terhadap pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) kembali diperkuat melalui kegiatan Sosialisasi dan Fasilitasi HKI yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Papua Barat. Kanwil Kemenkum Pabar hadir sebagai mitra dan pengisi materi utama dalam kegiatan yang digelar untuk memperkuat ekosistem inovasi dan pelestarian budaya lokal, Selasa (18/11/2025).
Kegiatan dibuka dengan laporan oleh Kepala Subbidang Fasilitasi HKI, Victor Kambu yang menekankan bahwa semakin banyak karya lokal bermunculan, semakin penting pula pemahaman masyarakat mengenai perlindungan hukum yang menyertainya. Sambutan disampaikan oleh Kepala Balitbangda Papua Barat, Prof. Charlie Heatubun. Dalam pemaparannya, Ia menegaskan bahwa HKI bukan hanya instrumen hukum, tetapi juga pondasi untuk memajukan ekonomi kreatif serta menjaga identitas budaya daerah di tengah perkembangan global.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Pabar, Adel Chandra, memberikan pemaparan mengenai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Ia mengajak peserta melihat KIK bukan hanya sebagai aset budaya, tetapi juga simbol identitas yang harus dijaga. Ia menjelaskan jenis-jenis KIK, mulai dari sumber daya genetik hingga ekspresi budaya tradisional, dan menekankan pentingnya mengangkat ikon-ikon lokal melalui media digital agar kepemilikannya dikenali dan diakui secara luas.
Sementara itu, Victor Kambu memaparkan materi terkait Manajemen KI di Papua Barat seta langkah-langkah inventarisasi potensi KI daerah sebagai bagian dari pemetaan strategi inovasi dan ekonomi kreatif. Materi ini membuka pandangan peserta mengenai bagaimana daerah dapat mengelola aset intelektualnya secara lebih terstruktur dan berkelanjutan.
Momentum kegiatan semakin hangat saat dilaksanakan penyerahan dua Surat Pencatatan Hak Cipta untuk buku “The Silent Women” dan “Sketsa Rindu” karya Maria Minis. Surat pencatatan diserahkan langsung oleh Prof. Charlie Heatubun di hadapan seluruh peserta. Momen ini menjadi simbol nyata bahwa karya lokal memiliki ruang, perhatian, dan perlindungan hukum yang jelas.
